Selasa, 06 Februari 2018

makanan tradisional

Makanan Tradisional, Nikmat dan Sehat

Globalisasi tampaknya sudah merasuk dalam setiap segi kehidupan kita, termasuk urusan makanan. Coba saja tanya pada anak-anak Anda apa makanan favorit mereka? Biasanya mereka lebih fasih menyebut pizza, fried chicken, atau crepes, dibandingkan makanan tradisional seperti bakpia, klepon, atau pepes.
Tak bisa dipungkiri makin banyaknya jenis makanan asal mancanegara maupun olahan pabrik membuat anak-anak kita lebih terekspos dengan jenis makanan tersebut. Apalagi biasanya makanan-makanan tersebut dikemas dengan menarik atau disajikan di resto cepat saji dengan berbagai promosi atau hadiah yang tentu menarik buat anak-anak. Karena sifat anak-anak yang selalu ingin mencoba hal baru dan mengikuti tren (apa yang dilakukan teman sebayanya), tak heran bila mereka lebih tertarik pada jenis makanan tersebut. Bisa ditebak, makanan tradisional makin ditinggalkan, bahkan banyak yang tak lagi dibuat dan lama-lama ‘menghilang’ karena tak adanya peminat.
Kondisi ini tentu sangat disayangkan, pasalnya makanan tradisional adalah suatu aset budaya yang sepatutnya harus terus dijaga keberadaannya. Penggunaan bahan dan rempah-rempah dari negeri sendiri, menghasilkan citarasa yang khas dan tidak dimiliki negara lain. Justru kelebihan inilah yang seharusnya mampu ”dijual” dan dijadikan kebanggaan Indonesia. Lihat saja Italia yang mampu menjadikan pizza sebagai makanan populer di seluruh dunia, atau Meksiko yang mampu membuat tortilla sukses menembus pasar Amerika.
Makanan tradisional pun telah terbukti ”keamanannya” bagi kesehatan tubuh selama puluhan bahkan ratusan tahun. Salah satunya karena makanan tradisional biasanya dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal yang segar dan bumbu-bumbu alami. Pemakaian pengawet hampir tidak ada, karena semua bahan diperoleh dari lingkungan sekitar dalam keadaan segar, dan dikonsumsi langsung. Untuk keindahan tampilan, makanan tradisional biasanya juga menggunakan pewarna alami, misalnya saja daun pandan untuk warna hijau, gula palem untuk warna merah, kunyit untuk warna kuning. Cara pengolahan seperti seperti dikukus, dipepes, atau dibakar pun relatif lebih sehat dibanding masakan masa kini yang banyak menggunakan metode penggorengan.
Dengan segala kelebihannya, sudah saatnya Anda kembali melirik berbagai makanan tradisional bagi keluarga, terutama si kecil. Mungkin sebagian besar dari Anda akan berkilah bahwa anak-anak lebih memilih makanan modern, namun sebenarnya kebiasaan ini bisa diubah dengan tips sederhana berikut:
  • Urusan suka atau tidak suka, pepatah “Tak kenal maka tak sayang” bisa jadi panduannya. Bagaimana anak-anak akan mau dan menyukai makanan tradisional, bila mereka tidak dibiasakan? Karena itu cara terbaik mendidik dan membiasakan anak-anak menyukai makanan tradisional adalah membiasakan mereka terekspos dengan berbagai jenis makanan tradisional sejak usia muda. Mulailah dengan kudapan ringan, lalu perlahan sejalan pertambahan usia, perluas pilihan dan jenisnya.
  • Kerap kali anak-anak tertarik dengan tampilan makanannya. Tak ada salahnya menampilkan makanan tradisional dalam bentuk berbeda dan menarik bagi anak-anak. Misalnya saja membuat kue putu atau kue lapis dengan cetakan berbentuk binatang.
  • Ajak anak-anak melihat pembuatan makanan tradisional. Biasanya mereka lebih tertarik bila disertakan atau mengetahui proses pembuatannya. Tak cuma membuat mereka suka, dengan cara ini Anda membantu anak-anak mengembangkan wawasannya.
  • sumber: https://www.sahabatnestle.co.id/content/view/makanan-tradisional-nikmat-dan-sehat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar